Pilih Banyak Uang atau Banyak Waktu?
Hai semuanya!
Akhirnya aku mulai lagi nulis blog ini setelah sekian lama. Ini menyangkut personal matters aja sih. Mungkin beberapa dari kalian ada yang alamin kebingungan seperti aku. Kalau kalian yang nggak ngalamin ini, boleh dong sharing sekalian tips atau solusi kalian terkait problem ini. Langsung aja ya masuk ke stories 😆
Pilih Banyak Uang atau Banyak Waktu?
Singkatnya pertanyaan aku cuma antara kedua hal ini. Seperti yang kalian tahu, ada istilah Waktu adalah Uang, atau Waktu Tidak Bisa Dibeli dengan Uang. Namun, bagaimana jika ada dua pandangan? Untuk seorang pekerja gaji pas-pasan yang memerlukan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, menurut aku berlaku kata-kata Waktu adalah Uang. Sedangkan, untuk seorang pengusaha kaya yang bahkan tidur saja pun sudah bisa menghasilkan uang, bukankah sebaiknya ia menghabiskan waktu dengan keluarganya? Karena Waktu Tidak Bisa Dibeli dengan Uang.
Singkatnya aku ingin bercerita tentang pekerjaan yang selama ini aku jalani. Tahun 2016 ketika baru lulus kuliah S1 Akuntansi, beruntungnya aku yang langsung memperoleh pekerjaan sebagai Auditor Eksternal di salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) ternama di Indonesia. Sebut saja nama kantor tersebut adalah A. Karena kakak perempuanku ada yang pernah bekerja di KAP, tentunya sudah tidak asing bagiku apabila ternyata mengharuskan aku untuk bekerja lembur. Tidak tanggung-tanggung, bahkan lembur hingga matahari terbit pun sudah pernah kualami. Namun ternyata, lembur itu pun tidak terasa terlalu enak secara fisiknya. Selain badan lelah, psikis pun mengalami tekanan. Mengerti kan jika orang kurang tidur seringkali emosi menjadi naik turun?
Dibalik itu semua, upah lembur aku sebagai auditor pun dibayar sesuai tarif yang diberikan oleh Pemerintah. Sehingga, berlaku lah hukum semakin lama lemburnya, semakin banyak uang yang dihasilkannya, belum lagi apabila bekerja di hari libur atau weekend yang seringkali aku jalani juga. Tidak jarang ketika aku menghitung upah lemburku, bisa 1-2 kali dari gaji pokok yang seharusnya aku terima. Ditambah lagi, benefit bekerja di KAP pun aku rasakan karena untuk biaya makan serta transportasi pun bisa aku peroleh. Secara kasarnya, untuk bekerja, tenagaku ditukar seluruhnya dengan gaji. Tidak pernah aku alami yang namanya "lembur tidak dibayar", seluruh lembur yang aku lakukan pun dihargai sesuai dengan tarif yang berlaku. Apakah enak? Tentunya secara finansial sangat nyaman, namun secara fisik dan batin lumayan tertekan. Sisi positifnya dari bekerja di KAP tersebut sebagai Auditor Eksternal adalah ilmu yang didapatkan tidak tergantikan dengan uang. Belum tentu ketika kamu bekerja di sebuah Perusahaan biasa, akan memperoleh ilmu sebanyak di KAP. Belum lagi peluang karirnya, banyak orang berkata bahwa KAP ini adalah batu loncatan. Jika sudah di KAP selama 5 tahun, kamu bisa pindah ke Perusahaan dan langsung jadi Manajer. Menggiurkan bukan? Namun 5 tahun itu tidak mudah untuk dijalani.
Bekerja lembur siang-malam pun membuat waktu untuk keluarga pun semakin menipis. Aku memiliki dua orang kakak perempuan, tiga ekor anjing, dan satu orang papa. Mamaku sudah duduk nyaman di Surga ketika aku kuliah dulu. Kembali ke waktu menipis tadi, karena kakak perempuanku yang pertama sudah menikah, pada akhirnya dirumah hanya ada aku, papa, dan kakak perempuanku yang kedua. Tahun depan pun kakakku akan menikah sehingga akan menyisakan aku dan papaku. Sebenarnya papaku adalah wiraswasta bersama mamaku, namun karena yang satu dan lain hal, usahanya bangkrut dan karena faktor umur, papaku pun sudah tidak bekerja lagi. Aku dan kedua kakakku pun saling berusaha bekerja untuk memenuhi kebutuhan papaku dan diri kami sendiri. Masalah pun terjadi karena aku bekerja lembur dan seringkali tidak bisa menghabiskan waktu bersama keluargaku. Meski papaku tidak protes, kakak-kakakku seringkali protes kepadaku karena tidak bisa mengikuti makan keluarga. Tahun 2017 pun aku resign dari KAP tersebut yang memberikan aku bekal finansial. Padahal pengalamanku baru setahun, tidak mungkin melamar ke Perusahaan, pada akhirnya aku hanya akan berakhir menjadi staff. Aku memperoleh tawaran pekerjaan dari Kakakku yang kedua. Ia memperoleh tawaran itu dari sahabatnya. Bekerja di KAP juga, sebut saja KAP B, namun kali ini lebih kepada divisi Consulting bukan Auditor Eksternal lagi. Infonya sih lebih work-life-balance alias tidak separah kantor lamaku untuk urusan lembur. Sebenarnya ketika aku menerima offering, gaji pokok yang aku terima di KAP B lebih sedikit dibanding KAP A, mudahnya, gajiku malah turun. Namun karena keyakinan dari Kakakku dan lagi aku berpikir, aku akan bisa melanjutkan karirku nanti disini karena masih berlabel "KAP". Bahkan aku berpikir, aku masih akan memperoleh uang dari lemburan, jadi aku tenang saja. Aku keluar dari KAP A ke KAP B bukan karena keinginan pribadiku sendiri, namun karena kata-kata yang dikeluarkan oleh kakakku seperti ini : Ingat, Waktu nggak Bisa Dibeli dengan Uang.
Diakhir tahun 2017, aku pun pindah ke KAP B. Berharap pekerjaannya tidak akan jauh berbeda dengan KAP A tempat aku dulu menimba ilmu dan uang. Namun apa yang terjadi? Aku menyadari ada yang salah disini. Aku tidak pernah mengalami yang namanya lembur dikantor ini. Bahkan tidak pernah pulang diatas jam 6 sore. KAP B ini sangat berbeda dengan KAP A. Taraf hidupku disini pun mulai menurun. Ketika di KAP A, setiap bulan aku bisa memperoleh 1-2 kali gaji pokokku, di KAP B aku hanya mampu merasakan gaji pokok saja tanpa adanya lembur. Yang tadinya aku bisa membeli sesuatu untuk kakak-kakakku, tanpa berpikir lebih jauh, sekarang untuk membeli sekedar pakaian saja, aku harus menghitung terlebih dahulu apakah gajiku akan cukup. Ketika di KAP A, transportasi dan uang makan yang ditanggung membuatku selalu menggunakan transportasi pribadi dan membeli makanan diluar. Ketika aku pindah di KAP B, mau tidak mau aku pun menggunakan transjakarta untuk menuju kekantor. Bahkan untuk makan seringkali membawa bekal dari rumah atau membeli bahan makanan untuk dimasak sendiri.
Masalah finansial satu persatu bermunculan. Seperti yang aku singgung diatas, aku dan kakak-kakakku bersama-sama membiayai papaku karena beliau sudah tidak bekerja lagi. Namun, ketika aku pindah kerja ke KAP B, dan penghasilanku yang tentunya menurun, membuat aku seringkali memohon izin kepada kedua kakakku untuk tidak memberikan uang setoran bulanan karena tidak punya uang yang cukup. Muncullah komplain dan masalah karena hal tersebut. Kedua kakakku menganggap aku tidak bisa menabung dan boros sehingga tidak bisa menyisihkan uang lagi untuk papaku.
Aku juga sudah berusaha menjelaskan namun seringkali tidak bisa diterima oleh mereka. Pada akhirnya aku berusaha menghemat sebisaku dan sejujurnya sangat sulit ketika taraf hidup dikantor sebelumnya sudah terbentuk, dan sekarang aku harus mengubahnya secara drastis. Sulit bagiku untuk setiap minggu ke pasar demi membeli bahan makanan murah yang aku masak sebagai bekal harianku. Sulit bagiku yang biasanya mengendarai kendaraan pribadi, menjadi harus mengantri transjakarta dan berdiri sepanjang perjalanan kekantor hingga kerumah. Sulit bagiku ketika ingin membeli sesuatu harus dipikirkan hingga berbulan-bulan sampai akhirnya tidak terbeli sama sekali.
Disamping itu semua, untuk umurku yang sudah menyentuh kepala dua, sulit bagiku untuk menyisihkan uang untuk tabunganku menikah, membeli rumah, dan lainnya dengan gaji yang turun secara drastis.
Aku pun ingin membahagiakan papaku, satu-satunya orang tua yang aku miliki. Namun, bagaimana apabila aku saja tidak merdeka secara finansial? Sedangkan aku harus memberikan kebahagiaan untuknya. Memang benar, waktu yang aku miliki di pekerjaan di KAP B itu sangatlah banyak karena tidak pernah ada lembur. Setelah aku pikirkan, bukankah lebih baik aku bekerja keras disaat aku masih muda dan masih mampu? Toh tidak akan selamanya aku di KAP. Suatu saat nanti pasti aku akan punya waktu ketika bekerja di Perusahaan. Namun, aku pun punya ketakutan tersendiri, aku pun sadar papaku sudah berumur dan kita tidak pernah tahu kapan waktunya. Bagaimana jika aku belum sukses, dan papaku sudah tidak ada disampingku lagi? Namun aku lebih sedih memikirkan, ketika sekarang aku tidak bisa memenuhi kebutuhannya karena gajiku yang tidak cukup.
Pada akhirnya di tahun 2018 ini, dititik dimana aku menuliskan artikel blog ini, aku pun memutuskan untuk kembali ke KAP A. Tempat kerjaku sebelumnya, tempatku menimba ilmu dan uang, tempatku yang tidak punya waktu untuk keluarga, teman, bahkan pacar. Pada akhirnya, aku yakin, ketika sekarang aku bekerja keras, waktu adalah uang bagiku. Aku yakin tiga tahun lagi, pasti, aku akan membahagiakan papaku dan waktu tidak bisa dibeli dengan uang.
Nah itu tadi diatas kisahku. Mungkin kalian juga punya kisah atau pendapat kalian sendiri. Jangan lupa komen dibawah ya supaya aku bisa tau juga concern kalian seperti apa. Pilih Banyak Uang atau Banyak Waktu?
☆ FIND ME ☆
Komentar
Posting Komentar